Home Daerah

Festival Kios Jadoel Dari Gagasan Putra Jember, Kini Jadi Agenda Budaya Tahunan Pemkot Malang

by Media Rajawali - 26 Agustus 2025, 13:33 WIB

  • Oleh : Budi Hartono 

BOJONEGORO – Sebuah gagasan sederhana yang lahir dari imajinasi seorang putra daerah, kini tumbuh menjadi perhelatan budaya berskala kota. Festival Kios Jadoel dan Parade Budaya Malangan, yang saat ini tercatat sebagai agenda rutin Pemerintah Kota Malang, sesungguhnya berakar dari inisiatif H. Muhammad Khairul Anwar, S.T., M.M., tokoh kelahiran Jember yang kini mengemban amanah sebagai Direktur Perumda Air Minum (PDAM) Tirta Buana Kabupaten Bojonegoro.

Dalam konfirmasi melalui pesan WhatsApp, Khairul Anwar dengan rendah hati mengisahkan awal mula lahirnya festival tersebut. “Tahun 2018–2019 saya yang menggagas, Mas. Sekarang sudah berkembang menjadi event rutin Pemkot Malang,” ujarnya singkat namun penuh makna. Ungkapan itu menjadi penanda bahwa sebuah ide yang lahir dari masyarakat ternyata dapat memberi dampak luas, bahkan melampaui batas geografis dan waktu. Ia membuktikan bahwa gagasan yang berakar dari kesederhanaan justru seringkali memiliki kekuatan besar, menggerakkan komunitas, mengubah wajah sebuah kota, dan menorehkan jejak budaya yang abadi.

Festival yang pertama kali digelar pada penghujung Desember 2019 ini menghadirkan atmosfer khas tempo dulu. Perpaduan ini bukan hanya menghadirkan hiburan, tetapi juga menumbuhkan kembali rasa kebersamaan, menghidupkan ekonomi kreatif, dan memperkuat identitas budaya lokal.

Apa yang awalnya hanya sebuah eksperimen komunitas, kini berkembang pesat menjadi agenda resmi Pemkot Malang. Perubahan status ini menegaskan bahwa Festival Kios Jadoel telah mendapatkan legitimasi, baik sebagai peristiwa budaya maupun sebagai penggerak ekonomi pariwisata daerah.

Kisah di balik keberhasilan festival ini tidak lepas dari sosok penggagasnya. Lahir di Jember, Khairul Anwar meniti perjalanan karier yang panjang hingga dipercaya memimpin PDAM Tirta Buana di Bojonegoro. Meski berkarya di sektor pelayanan publik, kepeduliannya terhadap budaya dan kreativitas masyarakat tidak pernah pudar.

Baca juga:

Gagasan Festival Kios Jadoel mencerminkan visinya, menghubungkan masa lalu dan masa kini dalam bingkai yang relevan dengan perkembangan zaman. Melalui festival ini, masyarakat diajak tidak hanya bernostalgia, tetapi juga menemukan peluang baru dari potensi tradisi yang diwariskan leluhur.

Sejumlah pengamat menilai, perjalanan Festival Kios Jadoel merupakan contoh konkret bagaimana gagasan individu bisa berkembang menjadi kebijakan publik. Keberhasilan Malang mengadopsi festival ini sebagai agenda tahunan menunjukkan pentingnya kolaborasi antara masyarakat, komunitas, dan pemerintah.

Kini, festival tersebut tidak hanya menjadi ruang ekspresi budaya, tetapi juga wadah ekonomi kreatif yang mendukung pelaku usaha kecil menengah. Ribuan pengunjung yang hadir setiap tahun membawa dampak ekonomi nyata, mulai dari pedagang kaki lima hingga pengrajin lokal.

Lebih dari sekadar perhelatan budaya, festival ini menyampaikan pesan yang tak lekang oleh waktu, kreativitas tidak pernah terikat oleh batas ruang maupun wilayah. Ia bisa bersemi dari gagasan kecil di sebuah desa, tumbuh melalui dedikasi komunitas, lalu mekar menjadi kebanggaan sebuah kota.

Di balik kisah itu, terukir nama seorang putra Jember yang kini mengabdikan dirinya di Bojonegoro. H. Muhammad Khairul Anwar, S.T., M.M., Direktur Perumda Air Minum Tirta Buana Kabupaten Bojonegoro, menjadi bukti nyata bahwa ide sederhana, ketika dirawat dengan visi dan ketulusan, mampu menjelma menjadi warisan budaya bernilai besar, bukan hanya bagi masyarakat setempat, tetapi juga bagi generasi yang akan datang.

Share :