Home Nasional

Polemik Penyebaran Lalat dari Peternakan Ayam di Cepu Warga dan Pengusaha Duduk Satu Meja

by Media Rajawali - 23 Agustus 2025, 07:36 WIB

  • Oleh : Budi Hartono || Sumber Informasi : Solikin Goes

Blora, Jawa Tengah — Persoalan lingkungan kembali menjadi sorotan publik setelah warga Desa Gadon dan Desa Ngloram, Kecamatan Cepu, mengeluhkan penyebaran lalat yang ditengarai berasal dari tujuh unit kandang ayam di kawasan tersebut. Dari jumlah itu, lima kandang berlokasi di Desa Gadon, sementara dua lainnya berada di Desa Ngloram.

Kondisi kandang yang tidak dikelola dengan baik, seperti penumpukan kotoran basah, sisa pakan yang tidak segera dibersihkan, serta ventilasi yang buruk, diduga menciptakan ekosistem ideal bagi lalat berkembang biak. Kehadiran serangga itu bukan hanya menimbulkan ketidaknyamanan dalam aktivitas sehari-hari, tetapi juga menimbulkan kekhawatiran serius terkait risiko penularan penyakit.

“Lalat hinggap di makanan atau peralatan rumah tangga dapat menjadi perantara penyebaran berbagai penyakit. Inilah yang paling dikhawatirkan warga,” ungkap salah seorang tokoh masyarakat seusai rapat.

Menghadapi situasi yang semakin meresahkan, kedua desa yang bertetangga itu berinisiatif menggelar rapat koordinasi bersama pada Jumat (22/8/2025). Pertemuan berlangsung di balai desa dan dihadiri Kepala Desa Gadon, Kepala Desa Ngloram, perangkat desa, Babinsa, Bhabinkamtibmas, lima perwakilan pengusaha kandang, serta warga terdampak.

Dalam forum tersebut, pemerintah desa menegaskan pentingnya langkah korektif segera untuk menekan populasi lalat. Beberapa solusi yang disepakati di antaranya adalah peningkatan sanitasi kandang, penyemprotan disinfektan secara berkala, serta penerapan manajemen limbah yang lebih terstruktur.

Kepala Desa Gadon menekankan, “Ini bukan sekadar soal kenyamanan, tetapi juga kesehatan masyarakat. Kami meminta para pengusaha kandang menunjukkan komitmen nyata dalam perbaikan pengelolaan lingkungan.

Baca juga:

Di sisi lain, pengusaha peternakan ayam menunjukkan sikap kooperatif. Yusuf, salah seorang pemilik kandang yang mewakili rekan-rekannya, menyampaikan permintaan maaf secara terbuka kepada warga terdampak.

“Kami sepakat untuk bertanggung jawab, termasuk membantu biaya pembelian kertas perekat lalat untuk warga serta memberikan kompensasi kepada salah satu warga yang mengalami sakit akibat persoalan ini,” ujar Yusuf.

Masalah pencemaran lingkungan akibat usaha peternakan telah diatur secara jelas dalam sejumlah regulasi.

  • Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Pasal 69 menegaskan bahwa setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan.
  • Undang-Undang No. 18 Tahun 2009 jo. UU No. 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, Pasal 66 ayat (1) menyebutkan usaha peternakan wajib memenuhi persyaratan teknis, kesehatan masyarakat, dan kelestarian lingkungan.
  • PP No. 95 Tahun 2012 tentang Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Kesejahteraan Hewan, mewajibkan sanitasi dan biosekuriti untuk mencegah dampak penyakit.
  • Peraturan Menteri Pertanian No. 31/2014 tentang Pedoman Budidaya Ayam Ras yang Baik, mengatur manajemen limbah, ventilasi, dan pengendalian vektor penyakit seperti lalat.
  • Perda Kabupaten Blora tentang Ketertiban Umum dan Perlindungan Masyarakat juga memberikan kewenangan pemerintah daerah untuk menertibkan usaha yang menimbulkan keresahan warga.


Dengan adanya dasar hukum tersebut, desa dan masyarakat memiliki legitimasi kuat untuk menuntut perbaikan tata kelola lingkungan dari pengusaha peternakan.

Meski langkah awal telah disepakati, sejumlah pihak menilai bahwa solusi jangka panjang perlu dirumuskan secara serius. Pengendalian lalat melalui disinfektan dan perekat hanya bersifat sementara, sedangkan akar persoalan terletak pada sistem manajemen kandang yang berkelanjutan.

Para pemerhati lingkungan lokal mengingatkan bahwa fenomena serupa dapat kembali muncul jika aspek kebersihan, tata kelola limbah, serta pengawasan reguler tidak dijalankan dengan konsisten.

Dengan duduknya pemerintah desa, pengusaha, dan masyarakat dalam satu forum, diharapkan jalan tengah dapat tercapai, tidak hanya meredam keresahan warga, tetapi juga memastikan usaha peternakan tetap berjalan tanpa mengorbankan kesehatan lingkungan sekitar.

Share :