Bojonegoro — Sebuah pertandingan dalam gelaran AKD Baureno Cup 2025 yang seharusnya menjadi panggung sportivitas dan kebanggaan antar desa, berubah menjadi ajang kekacauan yang mencoreng kredibilitas turnamen. Laga antara tuan rumah Karangdayu melawan tim tangguh Kalisari, yang digelar di lapangan desa Karangdayu pada Kamis sore (31/7/2025), berakhir ricuh dan memicu sorotan tajam terhadap manajemen penyelenggara.
Ketegangan mulai memuncak saat terjadi perbedaan mencolok antara skor di papan pertandingan, yang menunjukkan 2–1 untuk Kalisari, dengan keputusan resmi wasit yang menyatakan Karangdayu kalah 2–0. Kontroversi ini sontak memicu gelombang protes dari pemain tuan rumah dan keresahan di bangku penonton, yang sebagian kemudian menyerbu sisi lapangan.
Tanpa adanya klarifikasi atau intervensi tegas dari pihak penyelenggara, situasi dengan cepat berubah liar. Pertandingan terhenti secara de facto. Yang tersisa hanyalah gemuruh kemarahan dan ketidakpastian.
Namun akar masalah bukan semata kontroversi skor. Ketiadaan sistem pengendalian konflik, baik dalam bentuk kehadiran aparat keamanan, prosedur mediasi, maupun otoritas lapangan yang sigap, menunjukkan betapa rapuhnya struktur manajemen turnamen ini.
- “Bukan hanya keputusan wasit yang kacau, tapi panitia seperti hilang arah. Tidak ada struktur krisis. Semua seolah dibiarkan mengalir liar,” ujar seorang tokoh pemuda yang turut menyaksikan langsung kekacauan.
Baca juga:
Hingga insiden memuncak, tidak tampak upaya nyata dari panitia untuk menenangkan situasi, memberi penjelasan, atau menjamin keselamatan seluruh pihak di arena.
Sebagai respons, manajemen AKD Baureno Cup merilis pengumuman singkat melalui media sosial: seluruh pertandingan ditunda hingga waktu yang belum ditentukan. Ironisnya, keputusan itu tak disertai permintaan maaf, investigasi terbuka, ataupun penjelasan yang memadai. Publik pun dibuat menggantung dalam diam yang justru memperlebar jurang kekecewaan.
- “Kita bicara soal kehormatan desa, bukan sekadar turnamen biasa. Tapi panitia malah diam dan seolah menutupi masalah,” keluh seorang warga Karangdayu yang enggan disebut namanya.
Ricuhnya pertandingan ini telah menjadi simbol dari kegagalan manajerial yang lebih besar. Banyak pihak kini menuntut:
- Audit terbuka terhadap sistem pertandingan dan seleksi perangkat wasit,
- Revisi SOP penyelenggaraan, khususnya dalam aspek keamanan dan penanganan insiden,
- Permintaan maaf resmi dari panitia kepada seluruh peserta turnamen.
Insiden Karangdayu bukan hanya soal sepak bola, melainkan tentang integritas dan tanggung jawab. Bila AKD Baureno Cup ingin kembali dipercaya, maka reformasi bukan lagi pilihan, melainkan keniscayaan.
BUDI MR.ID